Thursday 27 October 2011

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

,

NOMOR 25 TAHUN 2011

TENTANG

PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 55 ayat (3) Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2009 tentang Narkotika, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang

Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika;

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5062);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN WAJIB

LAPOR PECANDU NARKOTIKA.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Wajib Lapor adalah kegiatan melaporkan diri yang dilakukan oleh pecandu narkotika

yang sudah cukup umur atau keluarganya, dan/atau orang tua atau wali dari pecandu

narkotika yang belum cukup umur kepada institusi penerima wajib lapor untuk

mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan

rehabilitasi sosial.

2. Institusi Penerima Wajib Lapor adalah pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit,

dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan lembaga rehabilitasi sosial yang ditunjuk

oleh Pemerintah.

3. Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan

Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik

maupun psikis.

4. Korban Penyalahgunaan Narkotika adalah seseorang yang tidak sengaja

menggunakan Narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancam

untuk menggunakan Narkotika.

5. Ketergantungan Narkotika adalah kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk

menggunakan Narkotika secara terus menerus dengan takaran yang meningkat agar

menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaannya dikurangi dan/atau

dihentikan secara tiba-tiba menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas.

6. Rehabilitasi Medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk

membebaskan pecandu dari ketergantungan Narkotika.

7. Rehabilitasi Sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik,

mental maupun sosial, agar mantan Pecandu Narkotika dapat kembali melaksanakan

fungsi sosial dalam kehidupan bermasyarakat.

8. Keluarga adalah orang yang mempunyai hubungan darah dalam garis lurus ke atas

atau ke bawah dan garis menyamping sampai derajat kesatu.

9. Pecandu Narkotika belum cukup umur adalah seseorang yang dinyatakan sebagai

Pecandu Narkotika dan belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan/atau

belum menikah.

10. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang

kesehatan.

11. Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan kekuasaan asuh

sebagai orang tua terhadap anak.

Pasal 2

Pengaturan Wajib Lapor Pecandu Narkotika bertujuan untuk:

a. memenuhi hak Pecandu Narkotika dalam mendapatkan pengobatan dan/atau

perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial;

b. mengikutsertakan orang tua, wali, keluarga, dan masyarakat dalam meningkatkan

tanggung jawab terhadap Pecandu Narkotika yang ada di bawah pengawasan dan

bimbingannya; dan

c. memberikan bahan informasi bagi Pemerintah dalam menetapkan kebijakan di bidang

pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika.

BAB II

WAJIB LAPOR

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 3

Wajib Lapor dilakukan oleh:

a. orang tua atau wali Pecandu Narkotika yang belum cukup umur; dan

b. Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur atau keluarganya.

Bagian Kedua

Institusi Penerima Wajib Lapor

Pasal 4

(1) Wajib Lapor Pecandu Narkotika dilakukan di Institusi Penerima Wajib Lapor.

(2) Pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis sebagai

Institusi Penerima Wajib Lapor ditetapkan oleh Menteri.

(3) Lembaga rehabilitasi sosial sebagai Institusi Penerima Wajib Lapor ditetapkan oleh

menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial.

Pasal 5

(1) Institusi Penerima Wajib Lapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) harus

memenuhi persyaratan:

a. ketenagaan yang memiliki keahlian dan kewenangan di bidang ketergantungan

Narkotika; dan

b. sarana yang sesuai dengan standar rehabilitasi medis atau standar rehabilitasisosial.

(2) Persyaratan ketenagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sekurangkurangnya

memiliki:

a. pengetahuan dasar ketergantungan narkotika;

b. keterampilan melakukan asesmen ketergantungan narkotika;

c. keterampilan melakukan konseling dasar ketergantungan narkotika; dan

d. pengetahuan penatalaksanaan terapi rehabilitasi berdasarkan jenis narkotika yang

digunakan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai ketenagaan serta standar sarana dan pelayanan

rehabilitasi medis atau rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

masing-masing diatur dengan Peraturan Menteri dan menteri yang menyelenggarakan

urusan pemerintahan di bidang sosial.

Bagian Ketiga

Tata Cara Wajib Lapor

Pasal 6

(1) Wajib Lapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan dengan melaporkan

Pecandu Narkotika kepada Institusi Penerima Wajib Lapor.

(2) Dalam hal laporan dilakukan selain pada Institusi Penerima Wajib Lapor, petugas

yang menerima laporan meneruskannya kepada Institusi Penerima Wajib Lapor.

Pasal 7

(1) Institusi Penerima Wajib Lapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 wajib

melakukan asesmen terhadap Pecandu Narkotika untuk mengetahui kondisi Pecandu

Narkotika.

(2) Asesmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi aspek medis dan aspek sosial.

Pasal 8

(1) Asesmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dilakukan dengan cara

wawancara, observasi, serta pemeriksaan fisik dan psikis terhadap Pecandu

Narkotika.

(2) Wawancara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi riwayat kesehatan, riwayat

penggunaan Narkotika, riwayat pengobatan dan perawatan, riwayat keterlibatan pada

tindak kriminalitas, riwayat psikiatris, serta riwayat keluarga dan sosial Pecandu

Narkotika.

(3) Observasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi observasi atas perilaku

Pecandu Narkotika.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai asesmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur

dengan Peraturan Menteri.

Pasal 9

(1) Hasil asesmen dicatat pada rekam medis atau catatan perubahan perilaku Pecandu

Narkotika.(2) Hasil asesmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat rahasia dan merupakan

dasar dalam rencana rehabilitasi terhadap Pecandu Narkotika yang bersangkutan.

(3) Kerahasiaan hasil asesmen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Rencana rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disepakati oleh Pecandu

Narkotika, orang tua, wali, atau keluarga Pecandu Narkotika dan pimpinan Institusi

Penerima Wajib Lapor.

Pasal 10

(1) Pecandu Narkotika yang telah melaporkan diri atau dilaporkan kepada Institusi

Penerima Wajib Lapor diberi kartu lapor diri setelah menjalani asesmen.

(2) Kartu lapor diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk 2 (dua) kali masa

perawatan.

(3) Kartu lapor diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Pimpinan

Institusi Penerima Wajib Lapor.

Pasal 11

(1) Institusi Penerima Wajib Lapor melakukan rangkaian pengobatan dan/atau perawatan

guna kepentingan pemulihan Pecandu Narkotika berdasarkan rencana rehabilitasi.

(2) Dalam hal Institusi Penerima Wajib Lapor tidak memiliki kemampuan untuk

melakukan pengobatan dan/atau perawatan tertentu sesuai rencana rehabilitasi atau

atas permintaan Pecandu Narkotika, orang tua, wali dan/atau keluarganya, Institusi

Penerima Wajib Lapor harus melakukan rujukan kepada institusi yang memiliki

kemampuan tersebut.

Pasal 12

(1) Pecandu Narkotika yang sedang menjalani pengobatan dan/atau perawatan di rumah

sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, dan lembaga rehabilitasi medis dan

sosial Wajib Lapor kepada Institusi Penerima Wajib Lapor.

(2) Pecandu Narkotika yang sedang menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui

terapi berbasis komunitas (therapeutic community) atau melalui pendekatan

keagamaan dan tradisional tetap harus melakukan Wajib Lapor kepada Institusi

Penerima Wajib Lapor.

(3) Pecandu Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib menjalani

asesmen.

BAB III

REHABILITASI

Pasal 13

(1) Pecandu Narkotika yang telah melaksanakan Wajib Lapor sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 6 wajib menjalani rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial sesuai

dengan rencana rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2).

(2) Kewajiban menjalani rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi Pecandu Narkotika yang diperintahkan

berdasarkan:a. putusan pengadilan jika Pecandu Narkotika terbukti bersalah melakukan tindak

pidana Narkotika;

b. penetapan pengadilan jika Pecandu Narkotika tidak terbukti bersalah melakukan

tindak pidana Narkotika.

(3) Pecandu Narkotika yang sedang menjalani proses peradilan dapat ditempatkan dalam

lembaga rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial.

(4) Penempatan dalam lembaga rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan kewenangan penyidik, penuntut

umum, atau hakim sesuai dengan tingkat pemeriksaan setelah mendapatkan

rekomendasi dari Tim Dokter.

(5) Ketentuan penempatan dalam lembaga rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) berlaku juga bagi Korban

Penyalahgunaan Narkotika.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan penempatan dalam lembaga rehabilitasi

medis dan/atau rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan

ayat (5) diatur oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan instansi terkait.

Pasal 14

(1) Setiap penyelenggara program rehabilitasi wajib mempertahankan dan meningkatkan

kualitas layanan.

(2) Pembinaan dan pengawasan atas kualitas layanan dilakukan oleh Kementerian

Kesehatan dan Kementerian Sosial, bersama-sama dengan Badan Narkotika Nasional.

Pasal 15

Setiap penyelenggara program rehabilitasi harus menyusun standar prosedur operasional

penatalaksanaan rehabilitasi sesuai dengan jenis dan metode terapi yang digunakan

dengan mengacu pada standar dan pedoman penatalaksanaan rehabilitasi.

Pasal 16

(1) Penyelenggara program rehabilitasi wajib melakukan pencatatan pelaksanaan

rehabilitasi dalam catatan perubahan perilaku atau dokumen rekam medis.

(2) Catatan perubahan perilaku atau dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) bersifat rahasia.

(3) Kerahasiaan catatan perubahan perilaku atau dokumen rekam medis dilaksanakan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 17

(1) Rehabilitasi medis dapat dilaksanakan melalui rawat jalan atau rawat inap sesuai

dengan rencana rehabilitasi dengan mempertimbangkan hasil asesmen.

(2) Rehabilitasi sosial dapat dilaksanakan baik di dalam maupun di luar lembaga

rehabilitasi sosial sesuai dengan rencana rehabilitasi dengan mempertimbangkan hasil

asesmen.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan rehabilitasi medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan rehabilitasi sosial sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan

urusan pemerintahan di bidang sosial.

BAB IV

PELAPORAN, MONITORING DAN EVALUASI

Pasal 18

(1) Institusi Penerima Wajib Lapor wajib melaporkan mengenai informasi Pecandu

Narkotika kepada Kementerian terkait melalui tata cara pelaporan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundangundangan.

(2) Informasi Pecandu Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan dalam

bentuk rekapitulasi data yang sekurang-kurangnya meliputi:

a. jumlah Pecandu Narkotika yang ditangani;

b. identitas Pecandu Narkotika;

c. jenis zat Narkotika yang disalahgunakan;

d. lama pemakaian;

e. cara pakai zat;

f. diagnosa; dan

g. jenis pengobatan/riwayat perawatan atau rehabilitasi yang dijalani.

Pasal 19

(1) Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) menyampaikan

informasi Pecandu Narkotika kepada Badan Narkotika Nasional.

(2) Badan Narkotika Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyelenggarakan

sistem informasi Pecandu Narkotika.

Pasal 20

Monitoring dan evaluasi pelaksanaan Wajib Lapor dilaksanakan oleh Menteri, menteri

yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial, dan Badan Narkotika

Nasional, yang meliputi :

a. penerapan prosedur Wajib Lapor;

b. cakupan proses Wajib Lapor; dan

c. tantangan dan hambatan proses Wajib Lapor.

Pasal 21

(1) Terhadap Pecandu Narkotika yang telah selesai menjalani rehabilitasi dilakukan

pembinaan dan pengawasan dengan mengikutsertakan partisipasi masyarakat.

(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh

kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial dan

Badan Narkotika Nasional.

BAB V

PENDANAAN

Pasal 22

(1) Pendanaan penyelenggaraan ketentuan Wajib Lapor oleh Pemerintah dan Pemerintah

Daerah dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.(2) Pendanaan pelaksanaan rehabilitasi bagi Pecandu Narkotika yang tidak mampu

menjadi tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

BAB VI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 23

Pada saat Peraturan Pemerintah ini berlaku, bagi Dokter, Rumah Sakit atau Lembaga

rehabilitasi lainnya yang sedang melakukan rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial

wajib melaporkan kepada Institusi Penerima Wajib Lapor sebagaimana diatur dalam

Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 24

Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika dilakukan paling lambat 6 (enam) bulan

sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah ini.

BAB VII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 25

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah

ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 18 April 201126 Mei 2009

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 18 April 2011

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

Ttd.

PATRIALIS AKBAR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 46

0 comments to “PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA”

Post a Comment

 

HISTORIS PACITAN PARADISE Copyright © 2011 | Template design by O Pregador | Powered by Blogger Templates